Tahukah anda bahwa Burung Kakatua Jambul Kuning, Yellow-crested Cockatoo ( Cacatua sulphurea ) dari Indonesia diindikasikan terancam punah.
Berdasarkan data yang dikeluarkan LSM perlindungan satwa liar, ProFauna Indonesia, setidaknya ada sekitar 200 – 300 ekor burung Kakatua Jambul Kuning diperdagangkan di berbagai pasar burung di Jawa dan Bali. Selain itu, juga diselundupkan ke Singapura melalui Batam sepanjang tahun 2002- 2003.
Pada tahun 2004 yang silam ProFauna mencatat puluhan ekor burung Kakatua Jambul Kuning tangkapan dari alam berada di pasar burung Singapura di kawasan Serangoon Ave dan Pasar Catucjak di Bangkok. "Jika dibiarkan, burung ini akan habis.
Di Pasaran dunia, burung ini banyak diklaim sebagai hasil penangkaran. Padahal diduga keras hasil tangkapan dari alam," kata Koordinator Hubungan Internasional ProFauna Indonesia, Hardi Baktiantoro kepada wartawan di Kantor ProFauna Indonesia di Malang, Selasa (21/9).
Menurut Hardi, burung ini sebenarnya telah dilindungi secara nasional melalui UU No. 5 tahun 1990 dan PP No. 8 tahun 1999. Meski demikian masih belum aman dari perburuan dan perdagangan. Rencana pemulihan species ini yang dilakukan sejak tahun 1997 bertujuan untuk mengurangi perburuan, penegakan hukum dan peningkatan kesadaran masyarakat. "Tetapi, hasilnya kurang memuaskan," ujar Hardi.
Pemerintah Indonesia sudah meminta bantuan dunia internasional untuk turut melindungi jenis ini dengan memasukkannya ke dalam Appendix I CITES yang isinya melarang seluruh bentuk perdagangan komersial kecuali untuk alasan riset ilmiah. Sedangkan dunia internasional sudah berupaya melindungi burung ini dengan memasukkannya dalam Appendix II CITES pada tahun 1981 yang isinya boleh diperdagangkan namun dalam kuota tertentu atau terbatas.
Uni Eropa pada tanggal 14 Desember 1989 memberlakukan penghentian sementara import burung ini dan dibakukan melalui EC Reg.3626/82 dan EC Reg. 338/97. Amerika Serikat melalui US Wild Bird Conservation Act tahun 1992 juga telah memboikot seluruh perdagangan satwa liar yang masuk Appendix II CITES.
Rencananya, 166 negara anggota Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) akan bertemu di Bangkok pada tanggal 2–14 Oktober 2004. Pada konferensi yang membahas tata niaga perdagangan satwa liar dan tumbuhan liar internasional, Burung Kakatua Jambul Kuning akan diusulkan dilindungi secara internasional.
Pertemuan yang bertajuk Conference of Parties XIII (COP XIII), menurut Hardi, juga akan membahas sekitar 50 proposal yang menyangkut konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan beberapa species satwa liar dan tumbuhan liar. Satwa-satwa lain yang diusulkan untuk dilindungi adalah Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) yang diusulkan menjadi appendix I, semua jenis Bulus (Amyda spp) yang diusulkan masuk dalam apendik II, dan Labi-labi Moncong Babi (Carrettochelys insculpta) yang diusulkan masuk appendix II.
Konferensi ini akan dihadirti oleh 70 organisasi internasional, termasuk ProFauna, yang tergabung dalam Species Survival Network (SSN). ProFauna Indonesia hadir sebagai observer dari Indonesia untuk yang ketiga kalinya setelah COP XI di Kenya, COP XII di Santiago, Chile dan COP XIII di Bangkok, Thailand.
Menurut Hardi, burung ini sebenarnya telah dilindungi secara nasional melalui UU No. 5 tahun 1990 dan PP No. 8 tahun 1999. Meski demikian masih belum aman dari perburuan dan perdagangan. Rencana pemulihan species ini yang dilakukan sejak tahun 1997 bertujuan untuk mengurangi perburuan, penegakan hukum dan peningkatan kesadaran masyarakat. "Tetapi, hasilnya kurang memuaskan," ujar Hardi.
Pemerintah Indonesia sudah meminta bantuan dunia internasional untuk turut melindungi jenis ini dengan memasukkannya ke dalam Appendix I CITES yang isinya melarang seluruh bentuk perdagangan komersial kecuali untuk alasan riset ilmiah. Sedangkan dunia internasional sudah berupaya melindungi burung ini dengan memasukkannya dalam Appendix II CITES pada tahun 1981 yang isinya boleh diperdagangkan namun dalam kuota tertentu atau terbatas.
Uni Eropa pada tanggal 14 Desember 1989 memberlakukan penghentian sementara import burung ini dan dibakukan melalui EC Reg.3626/82 dan EC Reg. 338/97. Amerika Serikat melalui US Wild Bird Conservation Act tahun 1992 juga telah memboikot seluruh perdagangan satwa liar yang masuk Appendix II CITES.
Rencananya, 166 negara anggota Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) akan bertemu di Bangkok pada tanggal 2–14 Oktober 2004. Pada konferensi yang membahas tata niaga perdagangan satwa liar dan tumbuhan liar internasional, Burung Kakatua Jambul Kuning akan diusulkan dilindungi secara internasional.
Pertemuan yang bertajuk Conference of Parties XIII (COP XIII), menurut Hardi, juga akan membahas sekitar 50 proposal yang menyangkut konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan beberapa species satwa liar dan tumbuhan liar. Satwa-satwa lain yang diusulkan untuk dilindungi adalah Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) yang diusulkan menjadi appendix I, semua jenis Bulus (Amyda spp) yang diusulkan masuk dalam apendik II, dan Labi-labi Moncong Babi (Carrettochelys insculpta) yang diusulkan masuk appendix II.
Konferensi ini akan dihadirti oleh 70 organisasi internasional, termasuk ProFauna, yang tergabung dalam Species Survival Network (SSN). ProFauna Indonesia hadir sebagai observer dari Indonesia untuk yang ketiga kalinya setelah COP XI di Kenya, COP XII di Santiago, Chile dan COP XIII di Bangkok, Thailand.
Sumber : www.tempo.co